Thursday 3 March 2011

Al Qur’an, Konsep Rencana Seluruh Kejadian Alam Semesta





Kemudian, sehubungan bahawa makna Al Qur’an tersebut berlaku selamanya, dan tidak hanya terbatas pada kejadian asbabun nuzulnya saja, maka kita dapati kesimpulan yang cukup besar peluang kebenarannya bahwa sebenarnya seluruh kejadian di alam semesta ini, sudah terjadi dan kejadiannya mengikuti segala rencana dan konsep yang sudah tertera di dalam Al Qur’an.

Gambaran jelasnya, bahwa semua proses alam semesta ini mengikuti dan mengekori pada segala yang tertuang dalam Al Qur’an, apakah diketahui atau tidak tabir rahasianya oleh manusia.

Dengan kata lain, kejadian dunia ini adalah sebagai “cermin manifestasi” dan “kenyataan lahir” dari rencana Allah yang sebenarnya sudah diberitahukan kepada manusia lewat Al Qur’an, sebelum kejadian tersebut terjadi, dengan tidak ada tekanan apakah manusia mau atau tidak memahaminya guna mendapatkan takwil isyarat-Nya. Subhanallah.

Assalamu’alaikum wr. wb.
Rakan2 ku yang dirahmati Allah..

Pada tanggal 17 Ramadhan ini merupakan bulan turunnya Al Qur’an. Tersebut dalam surat Al Baqarahayat 185,

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ - البقرة:  185

ertinya :”.. Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil)”.

Sebagaimana ayat di atas, Al Qur’an diturunkan bukan hanya kepada umat Islam, tetapi sebagai mediator menyampaikan pesan Tuhan Pencipta Alam kepada semua makhluk-Nya. Al Qur’an yang berisi seluruh konsepsi dan tata aturan hidup ber-Tuhan dan bermualamah bagi manusia ini tidak diturunkan dalam bahasa asing yang tidak dapat difahami manusia. Kemudian Al Qur’an yang sedemikian sempurna ini memberi kabar dan cerita semua kejadian di alam semesta ini.

Sebagai contoh, berikut ini ayat Al Qur’an yang paling panjang berbicara tentang hukum muamalah atau aturan bermasyarakat, yaitu surat Al Baqarah ayat 282, yang ertinya :

 “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu’amalahmu itu), kecuali jika mu’amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”.

Walaupun ayat di atas ditujukan kepada orang beriman, tetapi konsepsi yang mengirinya dapat diimplementasikan dalam kehidupan seluruh umat manusia, yaitu tentang adanya dokumentasi dalam suatu perjanjian. Ini konsep Al Qur’an, kitab “kuno” yang turun di suatu bangsa yang disebut-sebut sebagai bangsa yang tidak memiliki peninggalan peradaban.

Sebagai titik temu antara Al Qur’an dan manusia ini, maka ditetapkan bahwa Al Qur’an adalah mu’jizat terbesar Nabi Muhammad SAW. Inilah satu-satunya mu’jizat Nabi Muhammad yang masih dilestarikan dan diabadikan bagi umat manusia selamanya.

Sebagaimana kita tahu, Nabi Muhammad, walaupun memiliki pedang untuk berperang, tetapi itu bukan mu’jizat, sehingga tidak dapat dijadikan ukuran menilai kebenaran agama Islam, tidak juga dapat dinilaikan bahwa Islam mengajarkan umatnya semata-mata untuk berperang dengan peralatan perang yang disimbolkan dengan pedang peninggalan Nabi Muhammad tersebut.

Berbagai peninggalan Nabi Muhammad yang cukup banyak, juga bukan ditetapkan sebagai mu’jizat yang dapat disimpan sebagai rujukan mencari kebenaran Agama Islam. Bahkan istri nabi yang jumlahnya menurut sejarah ada 9 istri juga bukan mu’jizat Nabi Muhammad yang dapat dijadikan standard menilai dan mengoreksi kebenaran Agama Islam. Maka jika kebenaran agama Islam diukur dari pedang nabi, jumlah istri nabi, baju atau sorban nabi, maka itu tidak ada relevansinya dengan Agama Islam. Apabila pun ada relevansinya, maka sifatnya hanya tambahan dan bukan pokok atau sumber utama mengukur kredibilitas Agama Islam Oleh karena tambahan saja, maka ianya bersifat “tidak harus” serta tidak bisa menentukan apakah konsep agama Islam tersebut benar atau tidak jika diukur dari peninggalan Nabi Muhammad selain Al Qur’an tadi.

Jama’ah Kajian Subuh Online yang dicintai Allah…

Dalam sebuah sumber disebutkan bahwa Kitab Suci Al-Qur’an diturunkan secara bertahap memenuhi tuntutan situasi dan lingkungan yang ada.

Menurut Ibnu Abbas, seorang ilmuwan terkemuka diantara sahabat Rasul dan termasuk perawi hadits, bahawa Al-Qur’an diturunkan ke langit terbawah (bait al-’izzah) dalam satu malam yang kemudian diturunkan lagi ke bumi secara bertahap sesuai dengan keperluan. (Lihat, kitab “al-Itqān” karangan Imam as-Suyūti, h. 117)

Jadi turunya Al Qur’an pada tingkat awal yaitu di langit terbawah sudah berbentuk konsepsi yang utuh dan penuh, tidak terpotong-potong. Dari sumber valid ini dapat kita fahami bahwa, Kitab suci Al Qur’an sudah ada dan adanya mendahului peristiwa dan konteks peritiwa yang akhirnya menyebabkan (asbabun nuzul) Al Qur’an tersebut turun tahap demi tahap sesuai konteks kejadiannya di dunia.

Dari sumber ini ada sebuah kesimpulan yang khusus dan jelas, yaitu bahwa Al Qur;an turun sebelum semua kejadian di dunia tersebut terjadi. Dari kondisi ini, kita akan mendapati titik filsafatis bahwa segala sesuatu yang mendahului tidak akan mungkin mengikuti sesuatu yang datangnya kemudian. Artinya, jika Al Qur’an sebenarnya sudah ada di langit awal (.bait al-’izzah) tadi, maka kejadian dunia ini setahap demi setahap mengikuti frame demi frame dari apa yang terkandung dalam Al Qur’an.

Kemudian, sehubungan bahwa makna Al Qur’an tersebut berlaku selamanya, dan tidak hanya terbatas pada kejadian asbabun nuzulnya saja, maka kita dapati sebuah kesimpulan yang cukup besar peluang kebenarannya bahwa sebenarnya seluruh kejadian di alam semesta ini, sudah terjadi dan kejadiannya mengikuti segala rencana dan konsep yang sudah tertera di dalam Al Qur’an.

Gambaran jelasnya, bahawa semua proses alam semesta ini mengikuti dan mengekor pada segala yang tertuang dalam Al Qur’an, apakah diketahui atau tidak tabir rahasianya oleh manusia.

Dengan kata lain, kejadian dunia ini adalah sebagai “cermin manifestasi” dan “kenyataan lahir” dari rencana Allah yang sebenarnya sudah diberitahukan kepada manusia lewat Al Qur’an, sebelum kejadian tersebut terjadi, dengan tidak ada tekanan kepada manusia untuk mau atau tidak memahaminya guna mendapatkan takwil isyarat-Nya. Subhanallah.

No comments: